Sentimen pemangkasan tarif AS mengangkat Indeks Harga Saham Gabungan, namun analis menyoroti euforia sesaat ini dan mempertanyakan fundamental ketahanan pasar di tengah ketidakpastian geopolitik global.

Lantai Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka dengan optimisme tinggi pada perdagangan Rabu (16/7/2025). Kabar positif dari Amerika Serikat (AS) menjadi pemantik utama yang mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melaju di zona hijau, terapresiasi 0,45% atau 32 poin ke level 7.172 pada awal sesi. Namun, di balik angka-angka yang menggembirakan ini, muncul pertanyaan yang lebih dalam: seberapa kokoh reli saat ini?

Katalis utama penguatan pasar pagi ini adalah berita bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump sepakat untuk memangkas tarif impor bagi barang-barang asal Indonesia, dari sebelumnya 32% menjadi 19%. Kebijakan ini secara instan meniupkan angin segar, terutama bagi emiten-emiten yang berorientasi ekspor ke Negeri Paman Sam. Investor merespons cepat, memburu saham-saham di sektor manufaktur dan komoditas yang diuntungkan dari kebijakan tersebut.

Akan tetapi, para analis pasar mengingatkan agar tidak terjebak dalam euforia sesaat. Ketergantungan pasar terhadap sentimen eksternal, terutama dari kebijakan politik yang bisa berubah sewaktu-waktu, menjadi sorotan utama. Penguatan yang didorong oleh satu faktor tunggal seperti ini menggarisbawahi betapa rentannya Indeks Harga Saham Gabungan terhadap dinamika geopolitik global yang seringkali tidak dapat diprediksi.

“Ini adalah pengingat dua sisi. Di satu sisi, akses pasar yang lebih baik ke AS adalah kemenangan nyata bagi perekonomian kita. Di sisi lain, ini menunjukkan sensitivitas tinggi pasar kita terhadap keputusan dari luar,” ujar seorang analis pasar modal di Jakarta. Reli yang terjadi saat ini, menurutnya, lebih bersifat reaktif ketimbang didasari oleh penguatan fundamental ekonomi domestik secara menyeluruh.

Fokus investor kini harus lebih dari sekadar merayakan pemangkasan tarif. Pertanyaan krusial berikutnya adalah apakah momentum ini dapat dijaga dan dikonversi menjadi penguatan pasar yang lebih luas dan berkelanjutan. Kinerja fundamental emiten, stabilitas nilai tukar Rupiah, serta arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia dalam beberapa waktu ke depan akan menjadi faktor penentu sejati bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan.

Pada akhirnya, meski sentimen positif dari AS memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan, investor jangka panjang akan mencari konfirmasi dari data-data ekonomi domestik. Tanpa perbaikan fundamental yang solid di dalam negeri, reli yang terjadi hari ini berisiko menjadi sekadar ‘angin lalu’—sebuah lonjakan singkat sebelum pasar kembali pada realitas tantangan ekonomi yang sesungguhnya.