Akibat insiden fatal yang menewaskan seorang ojol, Bripka R, seorang supir rantis Brimob, terancam sanksi pemecatan tidak hormat.

Menjadi pengemudi kendaraan taktis (rantis) Brimob bukanlah pekerjaan biasa. Di balik gagahnya kendaraan lapis baja itu, ada tanggung jawab besar yang dipikul. Sebuah kesalahan kecil bisa berakibat fatal, dan inilah kenyataan pahit yang kini dihadapi Bripka R. Akibat insiden tragis yang menewaskan seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan, Bripka R, sang supir rantis, kini berada di ambang sanksi terberat: pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Insiden Fatal yang Mengubah Segalanya

Peristiwa nahas itu terjadi di tengah situasi yang memanas di kawasan Pejompongan. Bripka R yang berada di balik kemudi rantis PJJ 17713-VII tidak menyadari bahwa tindakannya akan berujung pada hilangnya nyawa seseorang. Dalam hitungan detik, kendaraannya melindas Affan Kurniawan (21) yang kemudian meninggal dunia. Insiden ini sontak memicu kemarahan publik dan sorotan tajam ke tubuh Korps Bhayangkara.

Penyelidikan internal oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri bergerak cepat. Hasilnya, Bripka R bersama atasannya yang saat itu duduk di sebelahnya, Kompol K, ditetapkan melakukan pelanggaran berat. Tuduhannya serius dan tidak main-main. Sebagai seorang supir rantis, Bripka R dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya yang memiliki risiko tinggi.

Saat Seragam Terancam Dicopot Paksa

Ancaman PTDH bukanlah sekadar gertakan. Pihak Propam Polri secara terbuka menyatakan bahwa Bripka R dan Kompol K masuk dalam kategori pelanggaran berat yang sanksi maksimalnya adalah pemecatan. Ini menunjukkan keseriusan institusi dalam merespons tragedi yang telah mencoreng citra kepolisian. Tidak hanya karier Bripka R sebagai supir rantis yang tamat, tetapi juga nama baiknya sebagai abdi negara.

Selain Bripka R dan Kompol K, lima anggota Brimob lainnya yang berada di dalam rantis saat kejadian juga ikut diperiksa. Meskipun mereka dikategorikan melakukan pelanggaran sedang, kasus ini menjadi pukulan telak yang menyeret tujuh personel sekaligus. Proses hukum tidak berhenti di sidang etik, karena kasus ini juga akan dibawa ke ranah pidana.

Pelajaran Mahal di Balik Kemudi Lapis Baja

Kasus ini menjadi pengingat yang sangat keras tentang betapa besarnya tanggung jawab seorang pengemudi kendaraan tempur di lingkungan sipil. Rantis bukanlah kendaraan biasa; bobotnya yang berat, bodinya yang besar, serta area blind spot yang luas menuntut kehati-hatian dan perhitungan tingkat tinggi dari pengemudinya. Apa yang terjadi pada Bripka R menjadi pelajaran mahal bagi seluruh personel keamanan, bahwa kekuatan besar datang dengan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Publik kini menanti realisasi janji penegakan hukum yang transparan dan adil, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan yang terkikis.