Di tengah gema perayaan kemerdekaan, terpidana Ronald Tannur terima remisi empat bulan. Sebuah ‘kado’ yang kembali mengoyak rasa keadilan publik dan membuka luka lama kasus Dini Sera.

Gema takbir dan sorak sorai perayaan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia mungkin terdengar berbeda di balik tembok tinggi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Surabaya. Bagi sebagian besar rakyat, ini adalah hari merayakan kebebasan. Namun bagi Ronald Tannur, terpidana kasus penganiayaan berat yang menewaskan kekasihnya, Dini Sera Afrianti, hari itu datang dengan sebuah ‘hadiah’: remisi atau pengurangan masa hukuman selama empat bulan.

Kabar bahwa Ronald Tannur terima remisi ini menjadi sebuah ironi yang menusuk. Di saat bangsa merenungi perjuangan merebut kemerdekaan, negara justru memberikan keringanan kepada terpidana kasus yang sempat mengoyak rasa kemanusiaan publik. Keputusan ini, meski sah secara hukum, terasa seperti sebuah anti-klimaks dari drama keadilan yang diharapkan banyak pihak.

Kepala Lapas Kelas I Surabaya, Jayanta, mengonfirmasi pemberian remisi ini pada Senin (18/8/2025). Menurutnya, Ronald, yang divonis 12 tahun penjara, dianggap telah memenuhi syarat substantif dan administratif untuk mendapatkan potongan masa tahanan. “Yang bersangkutan dinilai berkelakuan baik selama menjalani masa pidana,” ujar Jayanta, merujuk pada salah satu syarat utama pemberian remisi.

Ini adalah remisi pertama yang diterima Ronald sejak ia resmi menjadi warga binaan. Secara prosedural, tidak ada yang salah. Remisi adalah hak bagi setiap narapidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Namun, fakta di baliknya jauh lebih kompleks dari sekadar catatan administrasi di atas kertas.

Publik tentu belum lupa tragedi Oktober 2023 yang merenggut nyawa Dini. Kasus yang menyeret nama anak seorang anggota parlemen ini sarat dengan detail kekerasan yang brutal. Ronald Tannur terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain mati.

Pemberian remisi empat bulan ini, meski hanya sebagian kecil dari total vonis 12 tahun, seolah menjadi pengingat pahit. Di satu sisi, sistem hukum berjalan sesuai aturannya, memberikan penghargaan atas perubahan perilaku. Namun di sisi lain, bagi keluarga korban dan publik yang bersimpati, ‘diskon’ hukuman ini bisa terasa seperti menyepelekan nyawa yang telah hilang.

Kini, dengan remisi di tangan, Ronald Tannur selangkah lebih cepat menuju kebebasannya. Sementara itu, di luar sana, gema perayaan kemerdekaan menyisakan sebuah pertanyaan besar: sudahkah keadilan benar-benar merdeka bagi semua, terutama bagi mereka yang telah menjadi korban?