Pujian dari Malaysia jelang AFF U 23 2025 menjadi pedang bermata dua. Sebuah perang psikologis yang menempatkan seluruh beban ekspektasi di pundak Garuda Muda.
Di atas lapangan hijau, duel antara Indonesia dan Malaysia selalu menyajikan drama panas bertensi tinggi. Namun, kali ini, perang sesungguhnya tampaknya dimulai bahkan sebelum peluit pertama ditiup. Dari seberang selat, pelatih Malaysia U-23, Juan Torres Garrido, melemparkan sebuah umpan lambung yang tak terduga: pengakuan tulus bahwa skuad Garuda Muda jauh lebih matang dan siap tempur.
Sontak, pernyataan ini menjadi buah bibir. Di permukaan, ini adalah sebuah sanjungan. Garrido secara jantan mengakui bahwa timnya, yang baru berkumpul pada 14 Juli, tak ada apa-apanya dibanding Indonesia yang membawa inti skuad U-20 jebolan Turnamen Toulon. Ia menyoroti bagaimana proyek jangka panjang di bawah asuhan Indra Sjafri telah membentuk sebuah tim yang solid, teruji di level internasional, dan memiliki kohesi yang tak perlu diragukan lagi.
Namun, di sinilah seorang jurnalis harus berhenti sejenak dan bertanya: Apakah ini pujian tulus, atau sebuah perangkap psikologis paling klasik dalam sepak bola?
Mari kita bedah faktanya. Apa yang dikatakan Garrido seratus persen benar. Timnas Indonesia U-23 untuk ajang AFF U 23 2025 ini adalah sebuah mesin yang telah dipanaskan. Para pemainnya telah menghabiskan waktu bersama, memahami filosofi pelatih, dan merasakan kerasnya persaingan di Prancis. Sebaliknya, tim Malaysia datang sebagai sebuah laboratorium. Garrido sendiri tak menampik bahwa turnamen ini adalah ajang untuk mencari kerangka dan memoles chemistry jelang target utama mereka: Kualifikasi Piala Asia U-23 2026.
Dengan melemparkan handuk putih secara verbal, Garrido secara efektif melakukan dua hal. Pertama, ia meredakan semua tekanan dari pundak para pemain mudanya. Mereka datang sebagai “underdog”, tim yang sedang bereksperimen. Kekalahan bukanlah aib. Kedua, dan ini yang paling krusial, ia menyerahkan seluruh beban ekspektasi ke kubu Indonesia.
Kini, Garuda Muda tidak hanya akan bermain melawan 11 pemain Malaysia di lapangan. Mereka akan bertarung melawan sebuah status: “Favorit Juara”. Setiap operan akan ditimbang, setiap peluang yang terbuang akan menjadi sorotan, dan hasil selain kemenangan akan dianggap sebagai sebuah kegagalan masif. Pujian dari Garrido telah berubah menjadi pedang bermata dua yang siap menguji mental para pemain muda kita.
Turnamen AFF U 23 2025 ini, khususnya laga pembuka melawan Malaysia, kini bukan lagi sekadar soal adu taktik dan fisik. Ini telah berevolusi menjadi sebuah ujian mental. Apakah pujian dari seberang adalah pengakuan jujur atau strategi cerdas untuk membuat lawan terbuai, jawabannya hanya akan kita temukan di atas rumput. Satu hal yang pasti, genderang perang telah ditabuh, bukan dengan teriakan, melainkan dengan sanjungan yang mematikan.